Selasa, 19 Mei 2009

JURNALISTIK Oleh: Untung Nursetiawan

SECARA harfiyah, jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Dalam bahasa Belanda, journalistiek artinya penyiaran catatan harian.

Secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang: sebagai proses, teknik, dan ilmu.

Sebagai proses, jurnalistik adalah “aktivitas” mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (jurnalis).

Sebagai teknik, jurnalistik adalah “keahlian” (expertise) atau “keterampilan” (skill) menulis karya jurnalistik (berita, artikel, feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.

Sebagai ilmu, jurnalistik adalah “bidang kajian” mengenai pembuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, ide) melalui media massa. Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied science) yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu sendiri.

Sebaga ilmu, jurnalistik termasuk dalam bidang kajian ilmu komunikasi, yakni ilmu yang mengkaji proses penyampaian pesan, gagasan, pemikiran, atau informasi kepada orang lain dengan maksud memberitahu, mempengaruhi, atau memberikan kejelasan.
Jurnalistik adalah bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Jika setiap hari kita membaca, mendengar, atau menonton program berita, maka sadar atau tidak sadar kita terlibat dalam dunia jurnalistik, minimal sebagai objek atau sasaran (target audience) dari para jurnalis.

Bagi wartawan atau jurnalis, memahami ilmu dan teknik jurnalistik tentu merupakan hal yang mutlak. Namun demikian, masyarakat pembaca, pendengar, atau pemirsa pun penting mengenal dan memahami jurnalistik, setidaknya dasar-dasarnya, sehingga tidak menjadi objek pasif media massa, bahkan bisa menjadi pembaca, pendengar, dan penonton kritis dan aktif terhadap sajian berita yang disebarkan media.

Secara praktis, jurnalistik adalah disiplin ilmu dan teknik pengumpulan, penulisan, dan pelaporan berita, termasuk proses penyuntingan dan penyajiannya. Produk jurnalistik –utamanya berita—disajikan atau disebarluarkan melalui berbagai jenis media massa, termasuk suratkabar, majalah, radio, dan televisi serta internet. Setiap hari para wartawan meliput banyak peristiwa penting untuk diberitakan sehingga peristiwa itu pun diketahui publik secara luas.

Wartawan, dengan aktivitasnya tersebut, dapat disebut saksi sejarah sekaligus terus menuliskan catatan sejarah. Mantan editor Washington Post, Phil Graham, menggambarkannya sebagai “naskah kasar pertama sejarah” (a first rough draft of history) karena wartawan sering merekam peristiwa bersejarah pada saat kejadiannya dan pada saat yang sama harus membuat berita dalam tenggat waktu (deadline) yang pendek (Wikipedia).

Aktivitas jurnalistik utama adalah meliput dan memberitakan sebuah peristiwa melalui “rumus baku” berita 5W+1H –Who, siapa yang terlibat; What, apa yang terjadi; When, kapan terjadinya; Where, di mana terjadinya; Why, mengapa terjadi; dan How, bagaimana proses kejadiannya. Lebih dari itu, wartawan mempertimbangan peristiwa itu untuk diberitakan atau tidak, dengan parameter “nilai berita” (news value), seperti kepentingannya bagi publik (significace) dan dampaknya bagi masyarakat (effects), serta menarik-tidaknya bagi publik. Sering terjadi diskusi atau perdebatan di “ruang berita” (news room) atau ruang redaksi dalam proses seleksi peristiwa mana yang akan dipublikasikan.


Jenis (Media) Jurnalistik
Berdasarkan jenis media dan teknik publikasinya, jurnalistik dapat dibedakan menjadi jurnalistik cetak, jurnalistik elektronik, dan jurnalistik online.

Jurnalistik cetak (print journalism) adalah proses jurnalistik yang produk atau laporannya ditulis dan disajikan dalam media massa cetak (printed media), seperti suratkabar, tabloid, dan majalah.

Teknik penulisannya menggunakan “bahasa tulis” (written language) bergaya “bahasa jurnalistik” (language of mass media), bercirikan antara lain hemat kata, sederhana, mudah dimengerti, tidak mengandung arti ganda, dan umum digunakan.
Jurnalistik elektronik disebut juga Broadcast Journalism, yakni proses jurnalistik yang hasil liputannya disebarkan melalui media radio dan televis. Berita radio hanya menggunakan suara dan efek suara (auditory). Berita televisi dengan tambahan gambar (visual).

Wartawan radio –lebih sering disebut reporter— mengumpulkan fakta dan menyajikannya melalui suara (disuarakan, bercerita) saja. Sedangkan wartawan televisi –juga sering disebut reporter atau jurnalis televisi— melaporkan peristiwa dengan suara (kata-kata) sekaligus gambar hasil shooting dan/atau rekaman kamera video.
Teknik penulisan naskah radio/televisi menggunakan bahasa tutur, yakni rangkaian kata-kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari (spoken words), sederhana, mudah dimengerti, ringkas, tidak rumit, dan jelas.

Sedangkan jurnalistik online (online journalism, cyber journalism) didefinisikan sebagai pelaporan peristiwa yang diproduksi dan disebarkan melalui internet atau proses jurnalistik yang hasilnya disajikan melalui media internet (cybermedia). Teknik penulisannya sama dengan jurnalistik cetak, yakni menggunakan tulisan (bahasa tulis), namun penulisannya lebih leluasa dan bisa jauh lebih lengkap dibandingkan naskah untuk media cetak atau elektronik. Umumnya media cetak, radio, dan televisi juga menyediakan media online.

Jurnalistik media online dapat hadir secara individual, bukan lembaga, dengan hadirnya blog atau weblog. Pemilik blog tidak hanya dapat menuliskan opini atau pengalalaman pribadi (diary), tapi juga mempublikasikan berita, artikel, dan feature layaknya media komersial. Kemunculan media online ini, termasuk weblog, dapay menumbuhsuburkan lahirnya “Indy Media” atau media independen, bahkan maraknya “underground media”, sekaligus mengimbangi “mainstream media”. (Dikutip dari buku Kamus Jurnalistik karya ASM. Romli, Penerbit: Simbiosa Bandung, 2008).

Teknis Menulis Artikel Oleh: Untung Nursetiawan

Penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Itu sebabnya, jika Anda tertarik untuk terjun ke dunia kepenulisan, syarat utamanya adalah harus merajinkan dan membiasakan diri untuk membaca. Membaca apa saja yang bisa dibaca. Insya Allah, dengan banyak membaca akan sangat menumpuk ide yang bisa dijadikan sebagai bahan tulisan. Khusus dalam pembahasan ini (dan yang paling sering ditulis) adalah menulis artikel. Artikel sendiri bisa berarti karya tulis seperti berita atau esai. Esai adalah karangan prosa (bukan menggunakan kaidah puisi) yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya. Itu sebabnya, artikel di media massa itu bertaburan data-data teknis, tapi lebih ke arah pemaparan sepintas lalu dan itu murni pendapat pribadi penulisnya setelah membaca pendapat lain dari begitu banyak karya yang telah dibacanya. Nah, bagaimana memulainya? Ada beberapa tips sederhana yang bisa dicoba:

Memilih topik

Memilih topik sebenarnya tidaklah terlalu sulit. Hanya saja, bagi penulis pemula memilih topik sama beratnya dengan membuat judul atau isi tulisan. Padahal, tema atau topik yang bisa diangkat menjadi tulisan begitu banyak dan mudah kita dapatnya. Coba cari yang dekat dengan kita deh. Tanya teman kanan-kiri, nguping dari sana-sini. Atau bisa juga baca koran pagi ini, cari berita yang menarik. Setelah dapat, Anda bisa menulis ulang dengan sudut pandang Anda. Misalnya, judul berita yang Anda ambil adalah perilaku seks bebas remaja. Setelah baca berita itu, dari mulai fakta dan arahnya ke mana, Anda bisa bikin ulang dengan pengembangan yang Anda suka, dengan cara Anda sendiri. Anggap saja misalnya Anda sebagai wartawan yang menyelidiki kasus itu. Anda bisa ubah dengan versi baru tentang penyelidikan kasus seks bebas di kalangan remaja. Sebagai latihan aja kan? Coba deh!

Meski demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih topik:

1) Cari yang sedang menjadi tren.

2) Atau bisa juga kita menciptakan tren.

3) Pilih yang dekat dengan kebanyakan sasaran pembaca kita.

4) Hindari topik yang tidak kita kuasai atau menimbulkan polemik yang tak perlu.

5) Biasakan berlatih mengikuti peristiwa yang berkembang untuk bahan tulisan.

Membuat kerangka tulisan

Ada baiknya memang membuat kerangka tulisan. Dalam bahasa kerennya, Anda perlu membuat outline. Alasannya, kerangka tulisan berguna untuk membatasi apa yang harus kita tulis. Ibarat Pak Tani yang akan menggarap sawah, ia harus menentukan batas garapannya. Supaya tak melebar kemana-mana, apalagi sampe ngambil jatah orang.

Dengan membuat kerangka tulisan, kita akan mudah untuk menentukan maksud dan arah tulisan. Bahkan kita juga bisa berhemat dengan kata-kata, termasuk pandai memilih kosa kata yang pas untuk alur tulisan kita. Beberapa panduan untuk membuat kerangka tulisan:

1) Paparkan fakta-fakta seputar tema yang akan kita bahas.

2) Lakukan penilaian atas fakta-fakta itu. Sudut pandang rasional dan syariat.

3) Kumpulkan bahan-bahan pendukung argumentasi kita.

4) Kesimpulan.

Menabung kosa kata

Untuk menjadi penulis, bolehlah kita mencoba untuk menabung kosa kata. Mengumpulkan setiap hari lima saja. Maka dalam sebulan kita punya tabungan kosa kata sekitar 150 buah. Banyak bukan? Kosa kata itu cukup untuk memoles tulisan yang kita buat. Sebab, menulis adalah keterampilan mengolah data-data dalam suatu rangkaian kata. Ibarat kita mau membangun rumah, batu-bata sudah siap, semen dan pasir udah banyak, batu untuk pondasi udah menumpuk. Begitupun dengan kayu, bambu, cat, keramik dan genteng, sampe yang pernik-pernik seperti paku dan instalasi listrik semua udah lengkap.

Perlu keahlian khusus tentunya untuk merangkai semua itu jadi sebuah rumah. Menata batu untuk pondasi, memasang batu-bata dan merekatkannya dengan campuran semen, kapur, dan pasir. Memasang kayu-kayu untuk jendela dan pintu. Tembok yang sudah jadi, perlu dilapisi dempul sebelum akhirnya dicat dengan warna kesukaan kita. Menyusun genteng untuk menutupi atap rumah kita. Sampe rumah itu jadi dan enak dipandang mata. Mengasyikan tentunya.

Buatlah judul yang menarik

Pembaca akan mudah tertarik untuk membaca sebuah tulisan, jika judulnya juga menarik. Anggap saja judul itu sebagai pancingan. Itu sebabnya, boleh dibilang membuat judul perlu ‘keterampilan’ khusus. Tapi jangan kaget dulu, kita bisa belajar untuk membuatnya. Hanya perlu waktu dan sedikit kerja keras dan kerja cerdas untuk terus berlatih. Yakin bisa deh.

Sebagai latihan awal, cobalah Anda sering membaca tulisan orang lain. Kalau Anda mau, coba baca majalah-majalah ibu kota yang oke mengolah kata dalam membuat judul (misalnya TEMPO, GATRA, GAMMA, dan KONTAN). Perhatikan judul-judul tulisannya. Makin banyak Anda membaca judul tulisan-tulisan tersebut, kian terasah imajinasi Anda untuk membuat judul yang menarik hasil kreasi Anda sendiri. Terus terang saya juga banyak menggali ide untuk membuat judul dari majalah-majalah tersebut (selain banyak juga dari buku-buku dan majalah lainnya).

Untuk jenis tulisan yang ngepop, buatlah judul yang pendek. Paling tidak dua sampai empat kata. Jangan sampe panjang seperti rangkaian kereta api (ini cocoknya untuk skripsi). Sebab, jika judul yang kita buat panjang--padahal tulisan ngepop--membuat orang tak tertarik untuk membacanya. Mungkin akan dilewati aja tulisan Anda tersebut. Padahal, boleh jadi isinya sangat menarik.

Judul yang menarik, tidak saja membuat orang penasaran untuk membaca tulisan Anda, tapi juga menunjukkan kelihaian kamu dalam mengolah kata-kata.

Pastikan membuat subjudul

Subjudul amat menolong kita untuk menggolongkan dan membatasi pembahasan dalam sebuah tulisan jenis artikel dan berita. Pembaca pun dibuat mudah membaca alur tulisan yang kita rangkai. Sehingga mereka terus bertahan untuk mengikuti tulisan kita sampai habis. Mereka juga akan sangat terbantu memahami apa yang kita tulis. Itu sebabnya, sub-judul menjadi begitu penting dalam sebuah tulisan.

Subjudul dalam sebuah tulisan, juga berfungsi untuk menghilangkan kejenuhan dalam membaca. Kita juga jadi ada nafas baru untuk menyegarkan kembali tulisan yang akan kita buat. Jadi, berlatihlah untuk membagi alur dengan tanpa memenggal rangkaian dari inti tulisan kita. Itu sebabnya, membuat subjudul adalah solusi paling jitu untuk membagi alur.

Lead menggoda

Lead, alias teras berita adalah sebuah tulisan pembuka yang menjadi titik penting bagi pembaca. Lead yang menarik, sangat boleh jadi akan merangsang pembaca untuk terus membaca isi berita atau artikel yang kita buat. Jika lead-nya kurang menarik, pembaca akan mengucapkan “wassalam” saja. Mereka merasa cukup membaca sebatas judul, atau satu kalimat atau alinea di depan yang tak menarik itu. Jadi, perlu mendapat perhatian juga supaya tulisan yang kita buat mampu menggoda pembaca untuk melanjutkan bacaannya. Boleh dibilang selain judul, lead adalah jajanan yang ‘wajib’ memikat hati pembaca. Itu sebabnya, lead menjadi begitu penting, meski tidak pokok tentunya.

Selamat menulis!

Akademik Vs Organisasi ( Kenapa harus Vs...?)

Dalam keseharian kita masih sering bertanya, “manakah yang lebih penting akademis atau organisasi sich?”. Pertanyaan ini seharusnya sudah tidak ada dalam benak kita, “kenapa harus mengejar akademisi dan kenapa harus ikut berorganisasi?”, Cukup punya alasankah kita? Karena dua hal tersebut sepatutnya bisa disinergikan dalam pencapaiannya agar kita bisa memenuhi cita-cita perguruan tinggi. lalu apa sih cita-cita perguruan tinggi itu? menurut Moh. Hatta tugas besar perguruan tinggi itu adalah membentuk manusia susila demokrat yang:

1. Memiliki keinsyafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakatnya

2. Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan

3. Cakap memangku jabatan atau pekerjaan dalam masyarakat.

Dengan cita-cita tersebut, selanjutnya harus kita analisis apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan kita, yang pasti kita memang harus belajar, “belajar apa?”, apapun itu!!

Saat kita dituntut untuk memiliki keinsyafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat, apa mungkin bisa tercapai saat kita hanya mengurung diri kita dalam tembok angkuh ruang kelas dan laboratorium, saat kita dituntut cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan, apa mungkin tercapai saat kita melempem tidak memiliki sifat kritis. Lalu, disaat kita dituntut untuk cakap memangku jabatan dalam masyarakat, apa mungkin tercapai jika kita hanya melatih diri kita dengan cara duduk diam dan mendengarkan dosen atau assisten dosen?? Justru itulah, karena tuntutan yang dilimpahkan pada kita tidaklah kecil maka kita juga harus belajar bagaimana “hidup”, belajar bagaimana bertanggung jawab, berempati, bersosialisasi, dan sebagainya untuk bisa mencapai cita-cita besar perguruan tinggi itu.

Kita harus berlaku selayaknya insan akademis, yaitu isnsan yang selalu mengembangkan diri agar bisa menjawab tantangan masa depan. Juga insan yang mengikuti watak ilmu yang selalu mencari dan membela kebenaran ilmiah. Karena mahasiswa adalah “agent of change, yang memiliki seonggok beban berat akan nasib bangsa kita.

Pilihannya sekarang adalah apakah kita akan cukup bernyali untuk membuka mata, telinga dan hati sehingga bisa melihat kenyataan seonggok beban itu? Atau kita lebih memilih untuk berpura-pura tidak tahu akan kenyataan itu?

Yang pasti jika mengapa itu semakin besar, maka bagaimana itu akan semakin kecil.

Jika “mengapa kita harus kuliah dan berorganisasi?” terjawab dengan lantang..,maka “bagaimana kita bisa kuliah dan berorganisasi dengan baik?” akan mudah terjawab..

Jadi tidak ada “Vs”.

Karena akademik dan aktivitas berorganisasi bukan untuk dipilih salah satu!!!

Diterbitkan pada Buletin Kombat edisi September 2008

Oleh IMMawati Mita_Kabid Kombat Pers Media 2008/2009

Pentingnya Berorganisasi Di Lingkungan Kampus

Tahun ajaran baru telah tiba, bayak mahasiswa baru yang sedang “happy” menikmati suasana baru berkuliah karena mereka dapat mengatur sendiri jadwal kapan mau ikut kuliah dan kapan mau “hangout” tanpa perlu takut-takut lagi.

Sejalan dengan keadaan tersebut, mereka juga akan banyak mendapat tawaran agar mau bergabung dengan salah satu organisasi yang ada. Namun, kebanyakan dari mereka pastilah menolak dan lebih beranggapan bahwa ikut berorganisasi hanya akan membuat IP (indeks prestasi) -nya menjadi jeblok

Ada 3 hal yang utama untuk dilakukan oleh seorang mahasiswa yaitu mencari nilai, mencari ilmu, dan mencari rekan. Untuk point pencarian rekan, peran organisasi dalam kasus ini sangat penting karena dengan bergabung di satu atau lebih organisasi maka akses yang dipunyai untuk berhubungan dengan orang lain akan bertambah. Dalam organisasi biasanya akan banyak kerjasama lintas kampus bahkan daerah, salah satu contohnya adalah studi banding dengan universitas lain.

Bila para mahasiswa baru masih juga menolak ikut berorganisasi dengan alasan IP takut jeblok sangatlah salah, tinggal bagaimana teman-teman bisa mengatur waktu dengan baik, bukankah mengatur waktu juga termasuk salah satu pembelajaran? Bila mengatur waktu saja masih serabutan, sudah pantaskah menyebut dirinya sebagai mahasiswa?

Bila teman-teman mahasiswa baru telah memutuskan untuk bergabung dengan salah satu organisasi yang berada di kampus, disini ada beberapa tips agar organisasi yang anda ikuti bermanfaat dan sesuai bagi teman-teman:

1. Lihat dahulu visi dan misi dari organisasi tersebut, hal ini dapat teman-teman tanyakan pada kakak-kakak pengurus

2. Cari tahu kegiatan-kegiatan apa sajakah yang sudah dilakukan dan apa saja kegiatan yang akan dilakukan organisasi tersebut. Bandingkan apakah kegiatan tersebut sudah sesuai dengan minat teman-teman, kemampuan, dan waktu luang yang tersedia ( time management ).

3. Posisi apa saja yang ada dalam organisasi tersebut, sesuaikan posisi yang teman-teman inginkan, lihat apakah posisi tersebut bisa teman-teman masuki atau tidak.

4. Setelah teman-teman bergabung lakukan segala aktivitas organisasi tersebut dengan sepenuh hati.

Selamat berorganisasi!

Oleh: IMMawati Mita_Kabid Kombat Pers Media IMM fe 2008/2009

Diterbitkan pada Buletin Kombat edisi september 2008